Notifikasi

Memuat…

Chapter 1

 "Pertemuan Awal"


Di sebuah gedung pencakar langit di pusat kota Jakarta, PT Sinar Harapan berdiri megah dengan jendela-jendela kaca yang memantulkan sinar matahari. Di lantai tertinggi, terdapat kantor direktur utama, yang dipimpin oleh seorang pria berusia 35 tahun bernama Adrian Hartono. Adrian dikenal sebagai sosok yang tegas, cerdas, dan karismatik. Meskipun terlihat sempurna dari luar, hidupnya tidak selalu berjalan mulus. Ada beban tanggung jawab yang berat di pundaknya sebagai pemimpin perusahaan keluarga yang telah diwariskan dari ayahnya.


Pagi itu, seperti biasa, Adrian memasuki ruang kantornya yang luas dengan dinding berlapis kayu mahoni dan perabotan mewah. Di tengah ruangan, sebuah meja besar dari kayu jati berdiri kokoh, penuh dengan dokumen dan laptop yang selalu siap digunakan. Adrian menatap keluar jendela, menikmati pemandangan kota yang sibuk. Namun, pikirannya segera terganggu oleh ketukan di pintu.


"Masuk," ujar Adrian dengan suara rendah namun tegas.


Pintu terbuka perlahan, dan seorang wanita muda berusia 25 tahun melangkah masuk. Namanya adalah Nia Andriani, asisten pribadi yang baru dipekerjakan untuk menggantikan asisten sebelumnya yang pindah ke luar negeri. Nia adalah wanita yang cerdas dan berdedikasi, dengan latar belakang pendidikan yang mengesankan dan pengalaman kerja yang solid. Rambut panjangnya diikat rapi, dan matanya yang berwarna cokelat tua memancarkan keteguhan hati.


"Selamat pagi, Pak Adrian," sapa Nia dengan senyum hangat.


"Pagi, Nia. Bagaimana hari pertamamu?" tanya Adrian sambil memandangnya dengan tatapan evaluatif.


"Sejauh ini baik, Pak. Saya sudah menyiapkan jadwal rapat dan dokumen yang Bapak butuhkan hari ini," jawab Nia sambil meletakkan beberapa berkas di meja Adrian.


"Baiklah, terima kasih. Ada yang ingin saya bahas denganmu mengenai proyek baru kita," ujar Adrian, kemudian mengajak Nia duduk di sofa di sudut ruangan.


Nia duduk dengan tenang, mendengarkan setiap kata yang diucapkan Adrian. Proyek baru ini adalah proyek besar yang melibatkan kerja sama dengan perusahaan asing, dan Adrian ingin memastikan bahwa semuanya berjalan lancar. Diskusi berlangsung cukup lama, dan Nia menunjukkan kemampuan analitisnya yang tajam serta ide-ide inovatif yang menarik perhatian Adrian.


"Wah, ide-ide kamu sangat brilian, Nia. Aku yakin kita bisa menjalankan proyek ini dengan sukses," puji Adrian dengan tulus.


"Terima kasih, Pak. Saya akan melakukan yang terbaik untuk membantu Bapak dan perusahaan ini," jawab Nia dengan senyum tulus.


Hari-hari berlalu, dan hubungan kerja antara Adrian dan Nia semakin erat. Mereka sering bekerja larut malam bersama, saling bertukar pikiran dan ide. Meskipun Adrian terkenal sebagai bos yang kaku dan sulit didekati, kehadiran Nia perlahan-lahan membuatnya lebih terbuka. Ada sesuatu dalam diri Nia yang membuat Adrian merasa nyaman, sebuah kehangatan yang jarang dia temukan dalam lingkungan bisnis yang dingin dan penuh tekanan.


Namun, di balik kedekatan mereka, ada pula rasa penasaran dan kecurigaan dari rekan-rekan kerja lainnya. Beberapa orang mulai memperhatikan kedekatan Adrian dan Nia, dan gosip pun mulai beredar di kalangan karyawan. Bisik-bisik kecil tentang hubungan spesial antara bos dan asistennya menjadi bahan pembicaraan di kantin dan ruang istirahat.


Sementara itu, Nia tidak pernah menyangka bahwa pekerjaannya sebagai asisten pribadi akan membawa perubahan besar dalam hidupnya. Dia merasa beruntung bisa bekerja dengan Adrian, yang meskipun tegas, juga sangat menghargai kerja keras dan dedikasi. Namun, di sisi lain, Nia mulai merasakan sesuatu yang lebih dalam terhadap Adrian. Perasaan ini membuatnya bingung dan khawatir, karena dia tahu betul bahwa hubungan profesional mereka harus tetap terjaga.


Malam itu, setelah selesai bekerja, Adrian mengajak Nia makan malam di sebuah restoran mewah. Awalnya, Nia merasa ragu, namun Adrian meyakinkannya bahwa ini adalah bentuk apresiasi atas kerja kerasnya. Mereka menikmati makan malam dengan suasana yang hangat dan santai, jauh dari tekanan kantor.


"Nia, aku ingin berterima kasih atas semua yang kamu lakukan. Kamu benar-benar membawa angin segar ke perusahaan ini," ujar Adrian sambil menatap Nia dengan penuh rasa terima kasih.


"Terima kasih, Pak Adrian. Saya senang bisa membantu," jawab Nia dengan senyum lembut.


Malam itu, mereka berbicara banyak tentang kehidupan pribadi masing-masing. Adrian menceritakan tentang beban yang dia rasakan sebagai pemimpin perusahaan keluarga, sementara Nia berbagi tentang mimpinya untuk menjadi seorang pengusaha sukses. Pembicaraan mereka mengalir dengan mudah, seolah-olah mereka sudah saling mengenal selama bertahun-tahun.


Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Ketika mereka kembali ke kantor keesokan harinya, gosip tentang mereka semakin menjadi-jadi. Ada yang mengatakan bahwa Nia mendapat perlakuan istimewa karena kedekatannya dengan Adrian, sementara yang lain merasa iri dan berusaha menjatuhkan Nia.


Kondisi ini membuat Nia merasa tidak nyaman dan tertekan. Dia tahu bahwa hubungan profesional mereka harus tetap terjaga, namun perasaan yang dia miliki terhadap Adrian semakin sulit untuk disembunyikan. Adrian pun merasakan hal yang sama, namun dia sadar bahwa sebagai bos, dia harus bisa menjaga profesionalisme.


Di tengah konflik dan kecurigaan ini, mereka harus menemukan cara untuk menjaga hubungan profesional mereka tanpa mengorbankan perasaan yang ada. Perjalanan mereka tidak akan mudah, namun keduanya percaya bahwa dengan komunikasi yang baik dan saling pengertian, mereka bisa melewati segala rintangan yang ada.