Chapter 2
"Perasaan yang Tak Terelakkan"
Beberapa minggu telah berlalu sejak Andi berangkat ke luar negeri. Rina berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa pacarnya kini jauh darinya. Sementara itu, Aisyah merasa terganggu oleh perasaan bersalah dan perasaan cintanya yang tak terelakkan terhadap Andi.
Rina dan Aisyah masih sering bertemu, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam pertemuan mereka. Aisyah merasa canggung, dan dia tahu bahwa Rina mulai menyadari perubahan dalam dirinya. Suatu sore, saat mereka sedang menikmati kopi di kafe favorit mereka, Rina mengajukan pertanyaan yang sudah lama menghantui pikirannya.
"Aisyah, kamu baik-baik saja? Aku merasa ada yang berbeda dari kamu belakangan ini," tanya Rina dengan nada khawatir.
Aisyah tersentak dari lamunannya. "Aku baik-baik saja, Rin. Mungkin aku hanya sedikit lelah dengan pekerjaan," jawabnya sambil mencoba tersenyum.
Rina mengangguk, tetapi dia tidak sepenuhnya yakin dengan jawaban Aisyah. "Aku tahu ini bukan waktu yang mudah untuk kita semua, terutama sejak Andi pergi. Tapi aku berharap kita bisa saling mendukung satu sama lain."
Aisyah merasa hatinya hancur mendengar kata-kata Rina. Dia tahu bahwa dia harus jujur kepada sahabatnya, tetapi dia tidak tahu bagaimana cara melakukannya tanpa menghancurkan hubungan mereka. Namun, dia juga tahu bahwa perasaan ini tidak bisa terus disembunyikan.
Pada malam itu, setelah pulang dari kafe, Aisyah merenung di kamarnya. Dia memutuskan untuk menulis email kepada Andi, mengungkapkan perasaannya dan meminta klarifikasi tentang hubungan mereka. Dengan hati-hati, dia mengetik pesan tersebut.
Dear Andi,
Aku harap kamu baik-baik saja di sana. Aku merasa perlu untuk mengatakan ini karena perasaan ini semakin mengganggu. Malam sebelum kamu pergi, ketika kita berciuman, aku merasa campuran emosi yang sangat kuat. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu sejak saat itu.
Aku tahu ini salah dan aku merasa sangat bersalah kepada Rina. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan perasaanku sendiri. Aku butuh tahu apa yang sebenarnya kamu rasakan. Apakah ciuman itu berarti sesuatu untukmu atau hanya momen sesaat?
Tolong, beri aku jawaban.
Aisyah
Setelah mengirim email itu, Aisyah merasa sedikit lega, tetapi juga cemas menunggu balasan dari Andi. Dia tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan Andi untuk menjawab, tetapi dia berharap jawaban itu bisa memberikan kejelasan bagi perasaannya.
Hari-hari berlalu tanpa balasan dari Andi. Aisyah mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja lebih keras dan menghabiskan waktu bersama teman-teman lainnya. Namun, bayangan tentang Andi dan perasaannya terus menghantuinya.
Suatu malam, saat Aisyah sedang bersiap-siap untuk tidur, teleponnya berdering. Itu adalah email dari Andi. Dengan tangan gemetar, dia membuka pesan tersebut.
Dear Aisyah,
Maaf atas keterlambatan balasanku. Pekerjaan di sini sangat sibuk, tetapi aku tidak bisa berhenti memikirkan emailmu. Ciuman itu bukan hanya momen sesaat bagiku. Aku juga memiliki perasaan yang sama terhadapmu. Namun, aku merasa sangat bingung dan bersalah karena kita tahu bahwa ini tidak benar terhadap Rina.
Aku merasa terjebak di antara dua perasaan ini. Aku mencintaimu, tetapi aku juga peduli pada Rina. Aku tidak ingin menyakiti siapapun dari kalian.
Kita perlu membicarakan ini lebih lanjut dan mencari solusi bersama. Aku akan pulang untuk liburan Natal, dan kita bisa bertemu saat itu. Hingga saat itu, mari kita berusaha untuk tetap tenang dan tidak membuat keputusan yang terburu-buru.
Andi
Aisyah merasa lega mengetahui bahwa Andi merasakan hal yang sama, tetapi jawaban itu juga membawa beban baru. Dia tahu bahwa mereka harus menghadapi Rina dan menyelesaikan masalah ini. Namun, dia juga merasa sedikit optimis bahwa mungkin, dengan waktu dan kejujuran, mereka bisa menemukan cara untuk menghadapi situasi ini tanpa menyakiti siapapun.
Hari-hari berlalu dengan perasaan yang campur aduk. Aisyah dan Rina tetap berteman baik, meskipun ada rasa tegang yang tersembunyi di antara mereka. Natal semakin dekat, dan Aisyah merasa gugup menunggu kedatangan Andi.
Pada malam Natal, Aisyah dan Rina diundang ke pesta di rumah teman mereka. Suasana pesta meriah, dengan musik, makanan enak, dan tawa yang memenuhi ruangan. Aisyah berusaha untuk menikmati malam itu, tetapi pikirannya terus melayang ke pertemuannya dengan Andi.
Saat pesta berlangsung, Rina tampak lebih bahagia dari biasanya. Dia bahkan berbicara tentang masa depannya dengan Andi, seolah-olah semuanya baik-baik saja. Aisyah merasa semakin bersalah, tetapi dia tahu bahwa malam itu bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran.
Ketika pesta hampir usai, Aisyah menerima pesan singkat dari Andi yang memberitahunya bahwa dia sudah tiba di kota dan ingin bertemu besok pagi. Aisyah merasa cemas tetapi juga bersemangat. Dia berharap pertemuan mereka akan memberikan kejelasan dan solusi untuk situasi rumit ini.
Esok paginya, Aisyah bertemu dengan Andi di sebuah taman yang tenang. Mereka duduk di bangku taman, saling menatap dengan perasaan yang campur aduk.
"Aku senang kamu datang," kata Aisyah dengan suara pelan.
Andi menggenggam tangan Aisyah, "Aku juga senang bisa bertemu denganmu. Kita harus berbicara tentang ini dengan jujur."
Dengan hati-hati, mereka mulai membicarakan perasaan mereka, kebingungan, dan rasa bersalah yang mereka rasakan. Mereka tahu bahwa keputusan apapun yang mereka ambil akan memiliki konsekuensi besar, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak bisa terus menyembunyikan perasaan mereka.
Aisyah dan Andi memutuskan untuk berbicara dengan Rina bersama-sama, mengungkapkan kebenaran dengan harapan bahwa dia akan memahami situasi mereka. Mereka tahu bahwa ini akan menjadi momen yang sulit, tetapi kejujuran adalah satu-satunya cara untuk maju.
Mereka mengatur pertemuan dengan Rina di rumah Aisyah pada malam berikutnya. Dengan hati yang berdebar-debar, mereka menunggu kedatangan Rina, berharap bahwa malam itu akan membawa kejelasan dan mungkin, pengampunan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
