Chapter 2
"Tantangan dan Keputusan"
Keesokan harinya, suasana di kantor terasa tegang. Gosip tentang hubungan Adrian dan Nia semakin meluas, menciptakan ketegangan di antara karyawan. Beberapa di antara mereka mencoba menutupi rasa iri mereka dengan memojokkan Nia, menciptakan situasi yang sulit baginya.
Di ruangannya, Adrian merasa terbelenggu antara tugas profesionalnya dan perasaannya terhadap Nia. Dia tahu betul bahwa hubungan seperti ini dapat merusak reputasi perusahaan dan juga karir Nia. Namun, ketika mereka bekerja bersama, dia merasa sulit untuk menahan perasaannya sendiri. Adrian mencoba untuk menjaga jarak, tetapi Nia terus ada di pikirannya, bahkan di luar jam kerja.
Sementara itu, Nia merasa terjebak dalam situasi yang rumit. Dia tidak pernah bermaksud untuk menarik perhatian seperti ini, namun rasa saling pengertian dan kehangatan yang dia rasakan bersama Adrian membuatnya sulit untuk mengabaikan perasaannya. Nia terus berusaha menunjukkan profesionalisme di tempat kerja, meskipun hatinya terbagi antara kewajiban profesional dan perasaan pribadinya.
Pagi itu, mereka harus menghadiri rapat strategis dengan tim proyek. Di ruang rapat yang modern dengan pemandangan kota dari jendela kaca besar, Adrian memimpin diskusi dengan tegas dan jelas. Nia duduk di ujung meja, mencatat setiap detail dan sesekali memberikan saran yang dipikirkannya dengan matang.
Namun, suasana rapat tiba-tiba terganggu ketika salah satu anggota tim, Diana, menyuarakan kecurigaannya terhadap hubungan Adrian dan Nia secara terbuka. "Maaf, Pak Adrian, saya harus mengatakan bahwa hubungan dekat antara Anda dan Nia semakin mencurigakan. Apakah ini tidak akan berdampak buruk pada citra perusahaan?" ujar Diana dengan nada yang menunjukkan kekhawatiran, namun juga sedikit sinis.
Adrian menatap Diana dengan serius, mencoba menahan kemarahan dan kekesalannya. "Saya paham kekhawatiran Anda, Diana. Namun, saya memastikan bahwa hubungan kami tidak akan mempengaruhi profesionalisme dalam bekerja," jawab Adrian dengan suara yang tetap tenang meskipun hatinya berdegup kencang.
Nia merasa tidak nyaman dengan situasi ini, namun dia merasa perlu untuk membela diri. "Saya yakin, Bu Diana, bahwa kami dapat menjaga profesionalisme dalam setiap aspek pekerjaan kami. Kami berdua mengutamakan integritas dan kualitas kerja," ucap Nia dengan tegas, mencoba menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan gosip mengganggu kinerjanya.
Rapat berlanjut dengan suasana yang tegang, namun berhasil diselesaikan dengan kesepakatan yang menguntungkan untuk proyek tersebut. Setelah rapat, Adrian mengundang Nia ke ruangannya. "Maafkan saya atas apa yang terjadi tadi," ujar Adrian dengan nada penuh penyesalan.
Nia menggeleng lembut. "Tidak apa-apa, Pak Adrian. Saya memahami bahwa ini adalah bagian dari tantangan yang harus kita hadapi bersama," jawabnya sambil mencoba tersenyum.
Mereka berdua duduk di sofa, berbagi pandangan tentang bagaimana mereka harus menanggapi gosip dan kecurigaan ini ke depannya. Adrian menekankan bahwa penting untuk menjaga batas profesionalisme, sementara Nia menyuarakan keinginannya untuk terus berkontribusi tanpa terganggu oleh pandangan orang lain.
"Kita akan melewati ini bersama-sama, Nia. Saya akan memastikan bahwa tidak ada yang merugikan karirmu di sini," ucap Adrian dengan tulus.
Nia tersenyum lega, merasa didukung oleh Adrian. Meskipun tantangan masih ada di depan mereka, mereka berdua merasa lebih kuat saat mereka saling mendukung dan memahami satu sama lain.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
